Pada zaman dulu, di suatu pagi yang
cerah, dikisahkan dua sekawan Ikan hiu dan ikan lumba-lumba. Mereka
mempunyai perangai yang berbeda, namun mereka tetap bersahabat. Ikan hiu
dikenal mempunyai sifat serakah, ganas, dan kejam. Berlawanan dengan
sifat ikan lumba-lumba yang penyabar dan bijak. Walaupun demikian mereka
selalu bersama bila mencari makan.
Suatu hari, mereka beriringan mencari makan di lautan yang dalam. Ikan
lumba-lumba senang memangsa ikan-ikan yang kecil, sedangkan ikan hiu
lebih suka memangsa ikan-ikan yang besar. Ikan hiu mempunyai nafsu makan
yang luar biasa.
Walaupun telah mendapat ikan yang besar sekalipun, kadang ikan hiu masih
suka menangkap mangsa yang lain. Bahkan seringkali ikan hiu tidak
menghabiskan mangsanya, karena perutnya sudah tidak muat lagi untuk
menampung.
Ketika sampai di sebuah tempat, mereka segera mengejar-ngejar mangsa
yang berada di sekitarnya. Ikan hiu dengan buasnya melahap ikan-ikan
yang besar, sedang ikan lumba-lumba hanya memangsa ikan-ikan kecil yang
berada di dekatnya. Ikan lumba-lumba memang tidak berminat memakan
ikan-ikan yang besar, walaupun sebenarnya mudah didapat.
Tanpa sepengetahuan ikan hiu dan ikan lumba-lumba, tiba-tiba saja sebuah
perahu nelayan berada tepat di atas mereka. Di atas perahu itu nampak
dua orang nelayan yang akan menjaring ikan. Tidak lama kemudian, kedua
nelayan menebarkan jaring-jaring perangkapnya. Ikan hiu yang sedang
memangsa ikan, terkejut melihat jaring-jaring yang ditebarkan nelayan
itu. Namun dengan gerak cepat, ikan hiu dapat melesat dan menghindari
jaring-jaring itu. “Awas lumba-lumba! Ada jaring perangkap!” teriak ikan
hiu memperingatkan ikan lumba-lumba. Tetapi sayang, karena gerakan ikan
lumba-lumba tidak cepat, ia terperangkap. “Tolong aku hiu! Aku
terperangkap!” jerit ikan lumba-lumba meminta bantuan.
Ikan hiu mencoba memberikan pertolongan. Dengan gigi-giginya yang tajam
ia berusaha memutuskan tali jaring-jaring perangkap itu. Tetapi usahanya
sia-sia, karena kedua nelayan itu segera menarik jaring perangkapnya.
Saat menarik hasil tangkapannya, kedua nelayan itu merasa keberatan.
Dengan sekuat tenaga perlahan-lahan hasil tangkapan itu dapat ditarik.
“Tampaknya hasil tangkapan kita banyak sekali hari ini!” ucap salah
seorang nelayan dengan raut wajah gembira. “Ya, kelihatannya begitu.
Beratnya dua kali lipat dari biasanya!” ujar nelayan yang satunya lagi.
Lihat! Ada ikan yang besar sekali!” teriak salah seorang nelayan begitu
melihat hasil tangkapannya di permukaan air. “Pantas saja berat sekali!”
seru nelayan yang satunya lagi. Kemudian mereka mengangkat hasil
tangkapannya itu ke atas perahu.”Akan kita apakan ikan yang besar ini?”
tanya nelayan itu. “Sebaiknya kita jual saja bersama dengan ikan-ikan
yang lain. Mungkin harganya lebih mahal!” jawab nelayan satunya.
Mendengar dirinya akan dijual di pasar, ikan lumba-lumba hanya dapat
menangis tersedu-sedu. Tubuhnya menggeliat kepanasan karena terik
matahari yang mulai menyengat.
Kedua nelayan itu memperhatikan gerak-gerik ikan lumba-lumba yang
menggeliat di atas perahu mereka. Kulitnya mulai mengering karena
panasnya sinar matahari. Air mata ikan lumba-lumba mulai menetes dan
membasahi seluruh tubuhnya. “Lihatlah! ikan besar itu menangis!” seru
seorang nelayan. “Ya, tampaknya ikan itu sedih mendengar dirinya akan
dijual di pasar.” Jawab nelayan yang satunya. “Bagaimana kalau ikan
besar itu kita lepaskan kembali ke laut? Aku tidak tega melihat ikan ini
menangis terus.” “Baiklah kalau begitu, akupun tidak tega menjual ikan
sebesar ini ke pasar. Kalau begitu mari kita lepas ikan ini.” Ucap
nelayan yang satu dengan hati terharu.
Mereka mengangkat dan melepaskan ikan lumba-lumba ke laut. Ikan
lumba-lumba berhenti menangis, hatinya berubah gembira tak terkira
karena selamat dan tidak jadi dijual oleh nelayan itu. Sebagai tanda
terima kasihnya, ikan lumba-lumba berlompat-lompat di depan perahu
mereka, dan bersiul tanda gembira. Kedua nelayan itupun senang dan
tersenyum melihat ikan lumba-lumba tidak bersedih lagi. Kemudian nelayan
itu pulang. “Hai hiu! Aku selamat!” sapa ikan lumba-lumba kepada ikan
hiu dengan hati gembira. “Bagaimana kau bisa lolos?” tanya ikan hiu
keheranan. “Nelayan-nelayan itu yang melepaskanku. Mereka itu baik
hatinya. Mereka tidak sampai hati menjualku ke pasar. Padahal katanya,
aku bisa dijual dengan harga mahal.” Cerita ikan lumba-lumba pada ikan
hiu. “Ah tidak, nelayan-nelayan itu serakah! Seharusnya aku yang
mendapatkan ikan-ikan besar tadi. Karena nelayan itu menjaringnya aku
jadi tidak kebagian!” ujar ikan hiu dengan hati kesal. “Tidak kawan,
nelayan itu tidak serakah. Kalau mereka serakah, pasti aku sudah
dijualnya tadi.” Ucap ikan lumba-lumba menyangkal pendapat ikan hiu.
“Tidak, aku tetap tidak suka dengan nelayan itu. Mereka tangkap semua
ikan-ikan yang seharusnya menjadi bagianku. Kelak suatu saat, bila ada
perahu nelayan yang hancur diterjang badai, aku akan memangsa mereka
sebagai gantinya.” Demikian ikan hiu bersumpah. “Jangan kawan, janganlah
kamu berbuat begitu. Kamulah yang sebenarnya serakah. Tidak puaskah
kamu memakan ikan-ikan yang ada. Rasa-rasanya kita tidak akan kekurangan
makanan, walaupun nelayan-nelayan itu menangkapi ikan-ikan di sini
setiap hari.” Tutur ikan lumba-lumba menasihati. “Bila kelak ada manusia
yang tertimpa musibah, aku pasti akan menolongya. Sebab aku merasa
berhutang budi kepada nelayan yang telah menolongku. Aku tak akan
melupakan budi baik mereka. Makanya aku berjanji akan selalu menolong
manusia yang kesusahan.” Begitulah janji ikan lumba-lumba untuk membalas
kebaikan manusia.
Sampai di sinilah kisah ikan hiu dan ikan lumba-lumba, dua tokoh yang
berlainan sifatnya. Ikan hiu yang mempunyai sifat buruk merasa dendam
dengan manusia, lantas dia membenci manusia. Sedangkan ikan lumba-lumba
merasa berhutang budi kepada manusia, sehingga ikan lumba-lumba berjanji
akan selalu menolong manusia yang tertimpa musibah.
sumber :
http://ceritadongeng-indonesia.blogspot.co.id/2014/11/hiu-dan-lumba-lumba.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar